Kampus Pemimpin Merdeka menggelar Festival Pesantren Merdeka pada Senin (29/01) secara daring. Tujuh guru Yayasan Pondok Pesantren Nurul Chotib Al Qodiri Jember berbagi praktik baik pada gelaran tersebut.
Salah satu diantaranya ada Farij Qusayyi yang bercerita pengalamannya menggunakan asesmen berbasis kinerja saat mengajar matematika. Dia merupakan guru matematika jenjang SMP.
Sesuai dengan namanya, asesmen berbasis kinerja memungkinkan murid unjuk kompetensi berdasar kinerja mereka. Dengan demikian, guru akan lebih mudah menilai sejauh mana murid memahami suatu konsep.
Farij memutuskan untuk menggunakan asesmen ini agar tidak hanya dapat menilai hasil belajar murid melainkan juga prosesnya. Oleh karenanya, asesmen ini juga menghindari kemungkinan murid mencontek pekerjaan milik temannya.
Baca juga: Festival Kurikulum Merdeka: 22 Guru dan Relawan dari AS Berbagi Praktik Baik
“Ketika awal saya mendengar tentang asesmen berbasis kinerja, langsung muncul banyak pertanyaan. Kesulitannya adalah masih sedikit contoh konkret penerapan yang ada di internet. Oleh karenanya, saya saat ini berbagi di sini, agar praktik saya bisa jadi salah satu referensi. Bapak/Ibu guru tidak perlu kesulitan seperti saya dulu di awal-awal,” kata Farij.
Asesmen Berbasis Kinerja Materi Bilangan
Farij pertama kali mencoba asesmen berbasis kinerja untuk kelas 8 pada materi pola bilangan. Dia mengajak murid untuk membuat booklet pola bilangan. Booklet tersebut setidaknya harus terdapat judul, ilustrasi pola bilangan, keterangan angka, dan penjelasan konsep.
“Untuk melakukan visualisasi, murid bebas menggunakan bahan yang ada di sekitarnya. Ada yang menggunakan kardus bekas, bungkus sabun cair, dedaunan, sapu lidi, sedotan, dan banyak lainnya,” terang Farij.
Sebelum murid mulai membuat booklet, Farij menjelaskan kriteria penilaiannya, yakni kreativitas, kualitas ilustrasi, konsep, dan presentasi. Setelah membuat booklet dan melakukan presentasi, murid melakukan refleksi.
Baca juga: Festival Kurikulum Merdeka: Praktik Baik Guru TK hingga SMK
“Murid bercerita, yang paling menantang adalah presentasinya karena malu. Di sini saya jadi tahu apa yang kurang dari murid dan bagaimana saya membantu kedepannya agar kompetensinya terus naik,” kata Farij.
Murid juga mengungkapkan kesenangannya belajar matematika yang tidak monoton. Apabila biasanya mereka hanya mengerjakan soal-soal, dengan asesmen berbasis kinerja mereka menjalani aktivitas lain seperti menggunting dan menempel.
“Mereka senang karena ditantang untuk kreatif. Tidak hanya memikirkan angka-angkanya. Matematika jadi tidak menyeramkan untuk murid. Bagi saya, saya jadi tahu sejauh mana mereka paham konsep pola bilangan,” tutup Farij. (YMH)