Murid SMP di Lembang Buat Karya untuk Atasi Teman Putus Sekolah

Pameran karya P5 murid Lembang
Pameran karya P5 murid Lembang di Puncak TPN X

Dalam rangkaian kampanye bulan pendidikan #FilantropiuntukIndonesia bersama Perhimpunan Filantropi Indonesia, Guru Belajar Foundation mengadakan talkshow bertajuk “Dukung Anak Mengukur Diri, Berkarya, dan Berkontribusi” pada Jumat (17/05) secara daring.

Dalam kesempatan tersebut hadir Marsaria Primadonna, ketua Kampus Guru Cikal, dan Dedeh Sarinah, murid dari SMP Prawira Lembang sebagai narasumber. Talkshow ini menekankan bahwa pameran karya penting untuk anak karena menjadi asesmen yang otentik.

Pentingnya Murid Punya Karya yang Dipamerkan

Anak penting untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi karena akan mempengaruhi bagaimana mereka siap terjun ke masyarakat. Pima, sapaan akrab Marsaria, menyarankan agar murid belajar dengan berkarya untuk meningkatkan kompetensi ini.

Baca juga: Teacher Talent: Solusi untuk Pencarian Guru Abad ke-21

Di era Kurikulum Merdeka, belajar dengan berkarya difasilitasi melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

“Ada pepatah kan ya, kalau di sekolah kita belajar dulu baru ujian, kalau di dunia nyata kita ujian dulu baru belajar. Kenapa tidak sejak sekolah saja, anak terbiasa terjun ke masyarakat untuk belajar?” kata Pima.

Melalui proses membuat karya, murid akan belajar melihat masalah, mengelola banyaknya informasi, dan merancang solusi yang bisa mengatasinya. Anak juga belajar untuk gagal dan belajar dari kesalahannya tersebut. Proses ini sangat mengasah kemampuan literasi dan numerasi.

Setelah membuat karya juga perlu bergabung dengan pameran karya. Menurut Pima, pameran karya adalah cara otentik untuk anak bisa mengetahui kemampuan dirinya. Pasalnya, dengan pameran karya, anak akan menerima umpan balik bahkan dari orang yang sebelumnya belum pernah terlibat sama sekali dalam proses pembuatan karya.

Baca juga: Murid Ramai di Kelas, Ini 5 Langkah Buat Kesepakatan Kelas Agar Disiplin

“Maksudnya otentik benar-benar dari orang-orang di luar kelas, mereka akan kasih umpan baliknya, ibaratnya mereka ini punya fresh eye jadi umpan baliknya segar. Ini akan jadi pengalaman berharga untuk anak untuk bisa mengukur kompetensi dirinya,” ujar Pima.

Namun, Pima mengingatkan untuk jangan sampai terjebak miskonsepsi pameran karya. Saat ini setiap sekolah biasanya mengadakan pameran karya di akhir semester tapi esensinya tidak sampai karena hanya berlomba terlihat keren dan mengedepankan kemewahan.

Pameran karya yang sesuai esensi kembali pada tujuan yakni mengukur kompetensi diri anak. Sehingga di pameran karya yang penting adalah anak punya ruang untuk berefleksi. Mereka berlatih mengkomunikasikan proses karyanya dan menerima umpan balik.

 

Dedeh Sarinah, Teman yang Putus Sekolah jadi Topik Karyanya

Contoh murid yang memiliki karya bermakna adalah Dedeh Sarinah, murid SMP Prawira Lembang. Dia dan kedua temannya membuat projek “Ayo Sekolah”. Projek ini berlatar belakang keresahannya melihat teman-temannya putus sekolah.

SMP Prawira Lembang jauh dari wilayah perkotaan. Sebagian besar murid harus jalan kaki menanjak melalui hutan bambu jika ingin sampai ke sekolah. Dan dengan berbagai alasan lain, banyak yang tidak bersemangat sekolah. Beberapa mengundurkan diri dan memutuskan menikah muda. Baik orangtua maupun anak di daerah tersebut belum memprioritaskan sekolah.

“Dari hasil riset kami bertiga, putus sekolah akan memiliki dampak buruk untuk teman-teman saya, oleh karenanya, saya dan teman-teman memutuskan masalah ini jadi topik projek profil,” ungkap Dedeh.

Dedeh mengaku menghadapi tantangan saat memikirkan solusinya. Bagaimana agar cara yang dilakukan bisa mengena ke teman-teman dan orangtua dan berdampak panjang. Dia juga khawatir jika komunikasinya kurang diterima.

“Akhirnya kami memutuskan untuk membuat video-video sederhana yang menunjukkan menyenangkan dan pentingnya sekolah, lalu kami distribusikan ke teman-teman. Lalu saat kami melihat ada teman yang mulai tidak semangat sekolah, mulai membolos, kami yang beri semangat,” kata Dedeh.

Karya Dedeh dan kedua temannya ini juga sudah dipamerkan di pameran karya puncak Temu Pendidik Nusantara X, yang dihadiri ribuan pengunjung dari berbagai daerah. Dedeh mengatakan senang dapat bergabung karena dirinya belajar mempresentasikan ide tersebut dan menerima beragam umpan balik. Selain itu juga berkenalan dengan murid dari sekolah lain. (YMH)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *