Publikasi Yayasan Guru Belajar

media ajar literasi finansial

Workshop Uji Coba Media Literasi Finansial Bersama SMBC Indonesia

Memperingati Hari Guru Sedunia, SMBC Indonesia menggandeng Guru Belajar Foundation (GBF) dan Komunitas Guru Belajar Nusantara menggelar workshop “Pembelajaran Inovatif dan Manajemen Finansial yang Kuat” pada Sabtu (5/10) di Jakarta dan Minggu (6/10) di Yogyakarta dan Makassar. Workshop ini merupakan bagian dari bootcamp Guru Kreatif Cerdas Finansial (GKCF) yang telah berlangsung daring selama sebulan. Pada sesi daring, peserta belajar mengatur keuangan dan membuat media ajar untuk murid dengan prinsip design thinking. Sedangkan pada workshop, peserta ditantang melakukan uji coba purwarupa media ajar terkait literasi finansial. Media ajar tidak ditujukan penggunaannya untuk murid melainkan sesama guru. “Beasiswa belajar ini merupakan komitmen Bank BTPN untuk menjadi sahabatnya Bapak/Ibu guru. Kami peduli pada pendidikan dan kami percaya kemajuan pendidikan ujung tombaknya adalah guru dan kami ingin membersamai Bapak/Ibu,” kata Dody Safrizal, Area Business Leader Pension Business & Area Head Jakarta dalam sambutannya. Topik workshop lahir dari keresahan Bank BTPN dan YGB terhadap kesulitan guru dalam mengelola keuangan pribadi. Rendahnya rata-rata pendapatan guru mendorong mereka mengembangkan karier protean sehingga memiliki berbagai sumber pendapatan. Namun, hal ini tidak dibarengi dengan kecakapan mengatur keuangan. Baca juga: Membuat Media Ajar Bermakna Bisa Gunakan Artificial Intelligence “Saat kami membuka pendaftaran beasiswa ini, antusiasmenya luar biasa sekali hingga 9000 lebih pendaftar. Kami kagum terhadap semangat belajar Bapak/Ibu guru. Saya berharap Bapak/Ibu yang mendapat kesempatan belajar di sini menularkan ilmunya ke guru lain yang belum mendapat kesempatan,” tutur Dody. Uji Coba Media Ajar Literasi Finansial Dalam uji coba, peserta dibagi dalam kelompok kecil untuk memperkenalkan media ajar literasi finansial yang  sudah mereka rancang, yang kemudian dinilai oleh sesama anggota kelompok. Intan Irawati, peserta dari MAN 15 Jakarta, mengungkapkan perasaan syukurnya karena kini bisa membuat media ajar yang lebih bermakna. Dia menceritakan, setelah mengikuti sesi daring GKCF, dia sudah mulai membuat media ajar dengan design thinking untuk murid-muridnya. “Perubahan terjadi pada murid saya, mereka lebih antusias belajar fisika. Murid yang awalnya lebih banyak diam, sudah mulai berani mengemukakan pendapat. Saya pun rasanya menjadi lebih dekat dengan murid, murid tidak sungkan lagi mengemukakan kesulitan,” ungkap Intan. Baca juga: Pelatihan Media Ajar: 3 Hal Penting Saat Merancang Prototipe “Sekarang saya ditantang membuat media ajar yang dapat membantu sesama guru. Semoga media yang saya buat useful dan efektifitas tinggi agar bisa membantu meningkatkan kemampuan dalam mengelola keuangan bagi para penggunanya,” lanjutnya. Dia menceritakan pengalaman sahabatnya yang pernah datang dengan menangis, ternyata karena terlilit pinjol. Intan tidak ingin hal tersebut terjadi lagi ke orang-orang di sekitarnya, sehingga dirinya sangat bersemangat ketika mendapat tantangan dari program GKCF. Setelah uji coba, ada sesi belajar membuat konten yang diisi oleh Ria Farrabila, guru konten kreator yang video pembelahrannya sering viral di Instagram. Sesi ini mengajak peserta agar selalu membagikan praktik baik termasuk praktik membuat media ajar ke media sosial. Tujuannya agar dapat menginspirasi guru lain yang belum mendapat kesempatan menjadi penerima beasiswa GKCF.

Workshop Uji Coba Media Literasi Finansial Bersama SMBC Indonesia Read More »

media ajar dengan design thinking

Pelatihan Media Ajar: 3 Hal Penting Saat Merancang Prototipe

Anggayudha Ananda Rasa, atau akrab disapa Aye, pelatih Guru Belajar Foundation kembali menjadi pembicara sesi belajar mengenai media ajar. Sesi ini dilaksanakan pada Senin (9/9) secara daring via Zoom dan diikuti 800 peserta program beasiswa bootcamp “Guru Kreatif Cerdas Finansial”. Setelah menjelaskan proses design thinking untuk membuat media ajar pada pertemuan sebelumnya, kali ini Aye menjelaskan lebih dalam langkah merancang purwarupa. Purwarupa media ajar merupakan model awal dari sebuah media ajar yang dibuat untuk diuji sebelum ada versi finalnya. Purwarupa pada umumnya dibuat untuk menguji fungsi atau fitur dari media ajar sehingga jika ada hal yang belum sesuai, masih bisa diperbaiki. “Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan saat merancang purwarupa, yaitu menentukan tujuan, menentukan cara mendapatkan data, dan menentukan cara menyimpulkan hasil purwarupa,” terang Aye. Baca juga: Membuat Media Ajar Bermakna Bisa Gunakan Artificial Intelligence Pertama, setelah menentukan tujuannya, guru atau pembuat media ajar perlu menguraikan apa saja indikator dari ketercapaian tujuan tersebut. “Nah, di sini maka perlu juga kita punya hipotesis atau dugaan sementara,” jelas Aye. “Hipotesis yang baik adalah hipotesis yang dapat diuji, tepat, dan spesifik. Misalnya, bukan ‘saya percaya bahwa murid akan menyukai permainan papan siklus air ini’, melainkan ‘saya percaya lebih dari 50% murid akan suka permainan ini karena cara bermainnya mudah membantu mereka mempelajari materi siklus air’, lebih clear dan memudahkan kita membuat indikatornya kan?,” lanjut Aye. Dia juga menegaskan, jangan sampai terjebak merangkai hipotesis yang sulit, melainkan fokus pada tujuan dari pembuatan media ajar. Jika tujuannya adalah murid paham materinya, maka pastikan dari hipotesis hingga penyimpulannya memang ke arah tersebut Baca juga: Guru Belajar Foundation Luncurkan Program Cerdas Finansial Lalu untuk mengumpulkan data, Aye memberi contoh dari pengalamannya. Data bisa dikumpulkan dari survey ke murid, observasi langsung saat murid menggunakan media ajarnya, memberi asesmen ke murid, hingga refleksi. Kemudian pembat media ajar bisa menyimpulkan hasil purwarupanya, apa saja yang perlu diperbaiki atau sudah baik. “Dalam perjalanan membuat media ajar, dalam hal ini purwarupanya, perlu terus diingat kalau media ajar yang bagus bukan yang secara fisik bagus, tapi yang bermanfaat untuk murid, tujuannya ke murid. Jadi pertanyaan mendasarnya adalah apakah media ajarnya sudah sesuai dengan kebutuhan belajar murid?,” tutup Aye.

Pelatihan Media Ajar: 3 Hal Penting Saat Merancang Prototipe Read More »

membuat media ajar dengan artificial intelligence

Membuat Media Ajar Bermakna Bisa Gunakan Artificial Intelligence

Anggayudha Ananda Rasa atau akrab dipanggil Aye, pelatih Guru Belajar Foundation menekankan pentingnya empati pada murid saat guru merancang media ajar. Hal ini disampaikan, saat dirinya mengisi sesi belajar “Membuat Media Ajar dengan Design Thinking dan Artificial Intelligence” pada Rabu (4/9) secara daring. Media ajar dibutuhkan saat murid kesulitan untuk memahami suatu materi. Oleh karenanya, menurut Aye, design thinking yang merupakan kerangka berpikir yang berpusat pada manusia akan memudahkan guru merancang media ajar. “Yang mau kita carikan solusinya adalah manusia, adalah murid. Kita nggak ngomongin laboratorium bagus, sekolah bagus. Kita fokus ke humannya. Itu hal fundamental yang perlu kita pahami,” kata Aye. Kerangka Design Thinking Terdapat lima langkah dalam design thinking yang dibagi dalam dua fase. Fase pertama yakni empati, definisi masalah, dan uji coba, lalu fase kedua adalah ideasi dan purwarupa. Setelah uji coba dilakukan, guru boleh kembali lagi ke empati jika dirasa masalah yang sudah dirumuskan ternyata tidak sesuai. “Misalnya nih, tantangan yang ingin diselesaikan adalah murid kesulitan menyelesaikan pecahan. Ternyata bukan karena dia tidak bisa pembagian tapi ada masalah di rumah, jadi dia stres. Definisi masalahnya bisa diubah setelah diuji coba, kembali lagi ke empati, terus seperti itu berputar di fase pertama,” jelas Aye di sesi belajar yang digelar Guru Belajar Foundation bersama SMBC Indonesia. Cara untuk Berempati ke Murid Selama hampir satu jam, Aye membahas bagaimana guru bisa berempati. Dia menyebutkan, hal ini memang tahapan paling sulit padahal penting. Pasalnya, biasanya guru memiliki ego yang besar sebagai orang dewasa yang menghadapi anak-anak. “Saya pernah mengajak ngobrol santri kelas 12. Ternyata mereka perkalian saja ada yang belum bisa. Jadi mereka tidur selama pelajaran saya itu ya bentuk kepasrahan mereka atau kekecewaan. Yang jelas saya jadi tahu nih permasalahannya di mana,” cerita Aye membuktikkan pentingnya memahami murid. Dia menuntun peserta sesi mengerjakan kanvas empati untuk memudahkan melihat murid dari kacamata murid. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah, (1) siapa murid yang perlu kita pahami, (2) apa yang biasanya mereka lakukan, (3) apa yang sehari-hari biasa mereka lihat, (4) apa yang mereka katakan, (5) apa yang mereka lakukan, (6) apa yang mereka dengar, (7) apa yang mereka pikir dan rasakan termasuk keresahan dan keinginannya. Merancang Media Ajar dengan Bantuan Artificial Intelligence (AI) Pekerjaan guru yang berat kini bisa mendapat bantuan dari AI, salah satunya saat butuh mendapat ide membuat media ajar. Rumus yang bisa digunakan adalah “KTP” yakni kepanjangan dari “konteks, tujuan, perintah”. Konteks adalah kondisi yang berkaitan dengan tujuan. Semakin detail konteks yang diberikan, maka semakin besar peluang AI akan memberikan jawaban seperti yang kita harapkan. “Jadi kalau pakai kanvas rancangan pengajaran, itu ada kondisi murid, kebutuhan murid, tujuan pembelajaran, strategi pengajaran, dan media ajar pendukung. Nah kondisi murid sampai tujuan itu yang bisa kita masukkan ke AI. Sedangkan strategi dan media ajar kita jadikan perintah ke AI,” terang Aye. “Kondisi dan kebutuhan murid kita dapatkan dari hasil yang kita gali dengan berempati tadi. Oleh karenanya, semakin kita berempati, maka media ajar yang disarankan AI akan semakin bisa relevan dengan kebutuhan murid,” pungkasnya. (YMH)

Membuat Media Ajar Bermakna Bisa Gunakan Artificial Intelligence Read More »

asesmen kompetensi guru belajar

1000 Guru Kota Pekalongan Ikut Asesmen, Dinas Siap Buat Kebijakan Berbasis Data

Dinas Pendidikan Kota Pekalongan menggandeng Guru Belajar Foundation (GBF) dan Komunitas Guru Belajar Kota Pekalongan menggelar Asesmen Kompetensi Guru Belajar (AKGB) pada Sabtu (31/08) hingga Minggu (01/09) di SMK Negeri 2 dan SMK Negeri 3 Kota Pekalongan. Total ada 1000 guru jenjang PAUD, SD, dan SMP yang ikut. Ini artinya semua guru di Kota Pekalongan di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Pekalongan mengikuti AKGB. Zainul Hakim, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekalongan menjelaskan, hasil asesmen akan digunakan sebagai dasar identifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi guru. Dia menyebutkan akan ada pemetaan mengenai kompetensi guru apa saja yang perlu ditingkatkan dan perlu dipertahankan di daerahnya. “Asesmen seperti ini sangat dibutuhkan oleh kami, untuk mempermudah keputusan langkah apa yang perlu diambil. Hasil tiap guru, tiap kecamatan, pasti berbeda level kompetensinya. Kita analisis potensi dan kebutuhan guru,” lanjut Zainul. Baca juga: Dirjen GTK Apresiasi Dukungan YGB di Era Pandemi “Nanti kita susun program-program peningkatan kualitas setelah dipetakan dari asesmen ini. Jadi kami ambil langkah, ambil kebijakan memang ada dasarnya yang jelas, dasarnya data,” lanjutnya. Kompetensi yang diukur adalah kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi kepribadian. Empat kompetensi tersebut wajib dimiliki oleh guru berdasar Perdirjen GTK No. 2626 tahun 2023. “Dengan hasil asesmen dan tindak lanjutnya ini, harapannya pemerataan kompetensi guru di setiap instansi itu bisa terwujud,” tutur Zainul. Sita, guru SD Kraton Kidul, salah seorang peserta mengatakan, AKGB menjadi sarana dirinya memahami dirinya sendiri. Dia berharap, asesmen ini benar-benar ada tindak lanjutnya. “Awalnya deg-deg’an, kan mengerjakan soal seperti ujian, tapi berulang disampaikan kalau asesmen ini tidak menentukan nasib karier kita sebagai guru kok. Ini bukan uji kompetensi, ujian kenaikan jenjang, dan sebagainya,” jelas Sita. “Justru pada akhirnya tadi merasa jadi lebih mengenal diri sendiri ketika mengerjakan soal-soal itu. Apalagi yang kepribadian. Harapannya ya ada kelanjutannya setelah ini,” ucapnya. Baca juga: 6000 Guru Ikut Onboarding WIT: Guru Tidak Bisa Berhenti Belajar Marsaria Primadonna, ketua Kampus Guru Cikal, salah satu unit YGB yang menjadi pelaksana AKGB, menjelaskan, AKGB merupakan asesmen diagnosis sekaligus formatif untuk guru. Sebagai asesmen diagnosis, AKGB dapat menjadi acuan pengembangan diri. Sedangkan sebagai asesmen formatif, AKGB dapat dijadikan latihan guru atau calon guru mempersiapkan diri sebelum mengikuti berbagai seleksi pengembangan karier dari Kemendikbudristek seperti Uji Kompetensi Guru (UKG), Pendidikan Profesi Guru (PPG), dan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). AKGB juga membantu pemerintah daerah memprioritaskan program pengembangan kompetensi guru tertentu. “Banyak pelatihan guru dan banyak guru yang perlu ditingkatkan kompetensinya tapi anggaran terbatas. Dengan AKGB, pemda dapat menentukan prioritas sesuai kebutuhan,” jelas Pima, sapaan akrab Marsaria. “Semoga semakin banyak sekolah atau pemerintah daerah yang sadar kalau asesmen sebelum menentukan program belajar itu sangat penting. Ya sama seperti kita ke murid, asesmen dulu baru tentukan strateginya. Dengan demikian, apa yang dilakukan akan lebih efektif,” tutup Pima. (YMH)

1000 Guru Kota Pekalongan Ikut Asesmen, Dinas Siap Buat Kebijakan Berbasis Data Read More »

Wardah Inspiring Teacher 2024

6000 Guru Ikut Onboarding WIT: Guru Tidak Bisa Berhenti Belajar

PT Paragon Innovation and Technology (ParagonCorp) bersama Guru Belajar Foundation (YGB) menggelar Onboarding Wardah Inspiring Teacher (WIT) 2024 yang diikuti oleh 6000 guru dari seluruh penjuru nusantara. Orientasi yang diadakan pada Rabu (12/09) secara daring tersebut mengawali proses belajar para guru selama empat bulan kedepan di program WIT 2024. Lina Wijayanti, alumnus WIT 2023 yang juga merupakan konten kreator di Instagram dengan pengikut 100 ribu lebih, hadir sebagai narasumber untuk memberi dukungan pada peserta. Dia mengapresiasi program WIT yang memberikan program beasiswa guru untuk belajar. “Tantangan sebagai guru itu kan banyak ya, tahun sekarang sama tahun kemarin saja sudah beda. Ilmunya pasti ada perubahan, kita nggak bisa kalau hanya mengandalkan ilmu-ilmu semasa kuliah dulu, atau pengalaman sendiri, itu nggak bisa,” kata Lina. “Nah, Bapak/Ibu di sini sudah memegang kunci perjalanan untuk bisa mendapat harta karun, pembelajaran yang kita butuhkan sebagai guru tapi dulu kita nggak dapat nih ilmunya di perkuliahan. Jadi selamat sekali lagi untuk Bapak/Ibu yang sudah terpilih di sini dari 18000 plus plus pendaftar. Tinggal bagaimana nanti memaksimalkan itu,” lanjutnya. Baca juga: 22 Guru dan Relawan dari Amerika Serikat Berbagi Praktik Baik Harta karun yang dimaksud Lina adalah semua sesi belajar WIT 2023 dan juga beberapa kelas tambahan. Dirinya mengaku terkejut saat ada pengumuman kelas tambahan yang menurutnya menarik dan sangat dia butuhkan. Beberapa kelas yang disebut Lina adalah manajemen energi untuk guru, membangun komunitas bersama orangtua, dan strategi fasilitasi. “Di sini saya kayak ditampar, karena saya sebagai guru terkadang mengesampingkan perasaan diri sendiri, keluarga, anak, kolega. Dan ilmu psikologi yang disampaikan di kelas manajemen energi ini saya jadi tahu saya harus bagaimana. Pada setiap surprise materi ini selalu ada AHA moment,” ungkap Lina. Lina juga menyampaikan, setidaknya ada tiga hal positif yang dia dapatkan setelah ikut WIT 2023, yakni adanya perubahan pola pikir untuk menjadi guru yang berpihak pada murid, mendapat koneksi lebih luas yang menjadi awal kolaborasi, dan kesempatan mengembangkan karier protean. Rizqy Rahmat Hani, ketua Kampus Pemimpin Merdeka, unit pelaksana WIT 2024, menjelaskan, program ini akan berkelanjutan dengan empat tahapan. Empat tahapan tersebut yakni (1) mengubah dirinya, (2) mengubah kelasnya, (3) mengubah aktivitas kelas, dan (4) berdampak untuk sekitar. Setiap tahap akan mendukung guru untuk menjadi sosok yang inspiratif untuk ekosistem pendidikan. Oleh karenanya, pada tahap pertama, salah satu materinya adalah membuat konten yang menginspirasi setelah mendapat materi tentang bangga menjadi guru dan pelatihan guru merdeka belajar. “Ketika teman-teman sudah bangga menjadi guru, sering refleksi, yang kami percaya kalau disebarkan ke teman-teman lainnya, akan bisa menginspirasi, jadi nggak cuma untuk dirinya sendiri,” jelas Rizqy. Baca juga: Masuk Semester Genap Lebih Siap, Gunakan Backwar Design “Sebelum berdampak ke ekosistem, harus bisa mengubah dirinya sendiri, bangga terhadap profesinya, menjadi berdaya, lalu mulai memberdayakan kelasnya, baru ke ekosistem luas,” tutup Rizqy kembali menegaskan mengenai guru yang menginspirasi. Sebagai informasi, setiap akhir tahapan WIT 2024 akan ada asesmen yang menjadi penentuan apakah peserta lolos ke tahap berikutnya. Dari 6000 guru yang mengikuti onboarding akan disaring 3000 guru menjadi peserta resmi WIT 2024 dan berhak mengikuti tahap pertama. Selanjutnya, pada tahap kedua 2500 peserta, tahap ketiga 2000 peserta, dan tahap terakhir 1500 peserta. (YMH)

6000 Guru Ikut Onboarding WIT: Guru Tidak Bisa Berhenti Belajar Read More »