November 2024

membuat media ajar dengan artificial intelligence

Membuat Media Ajar Bermakna Bisa Gunakan Artificial Intelligence

Anggayudha Ananda Rasa atau akrab dipanggil Aye, pelatih Guru Belajar Foundation menekankan pentingnya empati pada murid saat guru merancang media ajar. Hal ini disampaikan, saat dirinya mengisi sesi belajar “Membuat Media Ajar dengan Design Thinking dan Artificial Intelligence” pada Rabu (4/9) secara daring. Media ajar dibutuhkan saat murid kesulitan untuk memahami suatu materi. Oleh karenanya, menurut Aye, design thinking yang merupakan kerangka berpikir yang berpusat pada manusia akan memudahkan guru merancang media ajar. “Yang mau kita carikan solusinya adalah manusia, adalah murid. Kita nggak ngomongin laboratorium bagus, sekolah bagus. Kita fokus ke humannya. Itu hal fundamental yang perlu kita pahami,” kata Aye. Kerangka Design Thinking Terdapat lima langkah dalam design thinking yang dibagi dalam dua fase. Fase pertama yakni empati, definisi masalah, dan uji coba, lalu fase kedua adalah ideasi dan purwarupa. Setelah uji coba dilakukan, guru boleh kembali lagi ke empati jika dirasa masalah yang sudah dirumuskan ternyata tidak sesuai. “Misalnya nih, tantangan yang ingin diselesaikan adalah murid kesulitan menyelesaikan pecahan. Ternyata bukan karena dia tidak bisa pembagian tapi ada masalah di rumah, jadi dia stres. Definisi masalahnya bisa diubah setelah diuji coba, kembali lagi ke empati, terus seperti itu berputar di fase pertama,” jelas Aye di sesi belajar yang digelar Guru Belajar Foundation bersama SMBC Indonesia. Cara untuk Berempati ke Murid Selama hampir satu jam, Aye membahas bagaimana guru bisa berempati. Dia menyebutkan, hal ini memang tahapan paling sulit padahal penting. Pasalnya, biasanya guru memiliki ego yang besar sebagai orang dewasa yang menghadapi anak-anak. “Saya pernah mengajak ngobrol santri kelas 12. Ternyata mereka perkalian saja ada yang belum bisa. Jadi mereka tidur selama pelajaran saya itu ya bentuk kepasrahan mereka atau kekecewaan. Yang jelas saya jadi tahu nih permasalahannya di mana,” cerita Aye membuktikkan pentingnya memahami murid. Dia menuntun peserta sesi mengerjakan kanvas empati untuk memudahkan melihat murid dari kacamata murid. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah, (1) siapa murid yang perlu kita pahami, (2) apa yang biasanya mereka lakukan, (3) apa yang sehari-hari biasa mereka lihat, (4) apa yang mereka katakan, (5) apa yang mereka lakukan, (6) apa yang mereka dengar, (7) apa yang mereka pikir dan rasakan termasuk keresahan dan keinginannya. Merancang Media Ajar dengan Bantuan Artificial Intelligence (AI) Pekerjaan guru yang berat kini bisa mendapat bantuan dari AI, salah satunya saat butuh mendapat ide membuat media ajar. Rumus yang bisa digunakan adalah “KTP” yakni kepanjangan dari “konteks, tujuan, perintah”. Konteks adalah kondisi yang berkaitan dengan tujuan. Semakin detail konteks yang diberikan, maka semakin besar peluang AI akan memberikan jawaban seperti yang kita harapkan. “Jadi kalau pakai kanvas rancangan pengajaran, itu ada kondisi murid, kebutuhan murid, tujuan pembelajaran, strategi pengajaran, dan media ajar pendukung. Nah kondisi murid sampai tujuan itu yang bisa kita masukkan ke AI. Sedangkan strategi dan media ajar kita jadikan perintah ke AI,” terang Aye. “Kondisi dan kebutuhan murid kita dapatkan dari hasil yang kita gali dengan berempati tadi. Oleh karenanya, semakin kita berempati, maka media ajar yang disarankan AI akan semakin bisa relevan dengan kebutuhan murid,” pungkasnya. (YMH)

Membuat Media Ajar Bermakna Bisa Gunakan Artificial Intelligence Read More »

asesmen kompetensi guru belajar

1000 Guru Kota Pekalongan Ikut Asesmen, Dinas Siap Buat Kebijakan Berbasis Data

Dinas Pendidikan Kota Pekalongan menggandeng Guru Belajar Foundation (GBF) dan Komunitas Guru Belajar Kota Pekalongan menggelar Asesmen Kompetensi Guru Belajar (AKGB) pada Sabtu (31/08) hingga Minggu (01/09) di SMK Negeri 2 dan SMK Negeri 3 Kota Pekalongan. Total ada 1000 guru jenjang PAUD, SD, dan SMP yang ikut. Ini artinya semua guru di Kota Pekalongan di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Pekalongan mengikuti AKGB. Zainul Hakim, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekalongan menjelaskan, hasil asesmen akan digunakan sebagai dasar identifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi guru. Dia menyebutkan akan ada pemetaan mengenai kompetensi guru apa saja yang perlu ditingkatkan dan perlu dipertahankan di daerahnya. “Asesmen seperti ini sangat dibutuhkan oleh kami, untuk mempermudah keputusan langkah apa yang perlu diambil. Hasil tiap guru, tiap kecamatan, pasti berbeda level kompetensinya. Kita analisis potensi dan kebutuhan guru,” lanjut Zainul. Baca juga: Dirjen GTK Apresiasi Dukungan YGB di Era Pandemi “Nanti kita susun program-program peningkatan kualitas setelah dipetakan dari asesmen ini. Jadi kami ambil langkah, ambil kebijakan memang ada dasarnya yang jelas, dasarnya data,” lanjutnya. Kompetensi yang diukur adalah kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi kepribadian. Empat kompetensi tersebut wajib dimiliki oleh guru berdasar Perdirjen GTK No. 2626 tahun 2023. “Dengan hasil asesmen dan tindak lanjutnya ini, harapannya pemerataan kompetensi guru di setiap instansi itu bisa terwujud,” tutur Zainul. Sita, guru SD Kraton Kidul, salah seorang peserta mengatakan, AKGB menjadi sarana dirinya memahami dirinya sendiri. Dia berharap, asesmen ini benar-benar ada tindak lanjutnya. “Awalnya deg-deg’an, kan mengerjakan soal seperti ujian, tapi berulang disampaikan kalau asesmen ini tidak menentukan nasib karier kita sebagai guru kok. Ini bukan uji kompetensi, ujian kenaikan jenjang, dan sebagainya,” jelas Sita. “Justru pada akhirnya tadi merasa jadi lebih mengenal diri sendiri ketika mengerjakan soal-soal itu. Apalagi yang kepribadian. Harapannya ya ada kelanjutannya setelah ini,” ucapnya. Baca juga: 6000 Guru Ikut Onboarding WIT: Guru Tidak Bisa Berhenti Belajar Marsaria Primadonna, ketua Kampus Guru Cikal, salah satu unit YGB yang menjadi pelaksana AKGB, menjelaskan, AKGB merupakan asesmen diagnosis sekaligus formatif untuk guru. Sebagai asesmen diagnosis, AKGB dapat menjadi acuan pengembangan diri. Sedangkan sebagai asesmen formatif, AKGB dapat dijadikan latihan guru atau calon guru mempersiapkan diri sebelum mengikuti berbagai seleksi pengembangan karier dari Kemendikbudristek seperti Uji Kompetensi Guru (UKG), Pendidikan Profesi Guru (PPG), dan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). AKGB juga membantu pemerintah daerah memprioritaskan program pengembangan kompetensi guru tertentu. “Banyak pelatihan guru dan banyak guru yang perlu ditingkatkan kompetensinya tapi anggaran terbatas. Dengan AKGB, pemda dapat menentukan prioritas sesuai kebutuhan,” jelas Pima, sapaan akrab Marsaria. “Semoga semakin banyak sekolah atau pemerintah daerah yang sadar kalau asesmen sebelum menentukan program belajar itu sangat penting. Ya sama seperti kita ke murid, asesmen dulu baru tentukan strateginya. Dengan demikian, apa yang dilakukan akan lebih efektif,” tutup Pima. (YMH)

1000 Guru Kota Pekalongan Ikut Asesmen, Dinas Siap Buat Kebijakan Berbasis Data Read More »

Wardah Inspiring Teacher 2024

6000 Guru Ikut Onboarding WIT: Guru Tidak Bisa Berhenti Belajar

PT Paragon Innovation and Technology (ParagonCorp) bersama Guru Belajar Foundation (YGB) menggelar Onboarding Wardah Inspiring Teacher (WIT) 2024 yang diikuti oleh 6000 guru dari seluruh penjuru nusantara. Orientasi yang diadakan pada Rabu (12/09) secara daring tersebut mengawali proses belajar para guru selama empat bulan kedepan di program WIT 2024. Lina Wijayanti, alumnus WIT 2023 yang juga merupakan konten kreator di Instagram dengan pengikut 100 ribu lebih, hadir sebagai narasumber untuk memberi dukungan pada peserta. Dia mengapresiasi program WIT yang memberikan program beasiswa guru untuk belajar. “Tantangan sebagai guru itu kan banyak ya, tahun sekarang sama tahun kemarin saja sudah beda. Ilmunya pasti ada perubahan, kita nggak bisa kalau hanya mengandalkan ilmu-ilmu semasa kuliah dulu, atau pengalaman sendiri, itu nggak bisa,” kata Lina. “Nah, Bapak/Ibu di sini sudah memegang kunci perjalanan untuk bisa mendapat harta karun, pembelajaran yang kita butuhkan sebagai guru tapi dulu kita nggak dapat nih ilmunya di perkuliahan. Jadi selamat sekali lagi untuk Bapak/Ibu yang sudah terpilih di sini dari 18000 plus plus pendaftar. Tinggal bagaimana nanti memaksimalkan itu,” lanjutnya. Baca juga: 22 Guru dan Relawan dari Amerika Serikat Berbagi Praktik Baik Harta karun yang dimaksud Lina adalah semua sesi belajar WIT 2023 dan juga beberapa kelas tambahan. Dirinya mengaku terkejut saat ada pengumuman kelas tambahan yang menurutnya menarik dan sangat dia butuhkan. Beberapa kelas yang disebut Lina adalah manajemen energi untuk guru, membangun komunitas bersama orangtua, dan strategi fasilitasi. “Di sini saya kayak ditampar, karena saya sebagai guru terkadang mengesampingkan perasaan diri sendiri, keluarga, anak, kolega. Dan ilmu psikologi yang disampaikan di kelas manajemen energi ini saya jadi tahu saya harus bagaimana. Pada setiap surprise materi ini selalu ada AHA moment,” ungkap Lina. Lina juga menyampaikan, setidaknya ada tiga hal positif yang dia dapatkan setelah ikut WIT 2023, yakni adanya perubahan pola pikir untuk menjadi guru yang berpihak pada murid, mendapat koneksi lebih luas yang menjadi awal kolaborasi, dan kesempatan mengembangkan karier protean. Rizqy Rahmat Hani, ketua Kampus Pemimpin Merdeka, unit pelaksana WIT 2024, menjelaskan, program ini akan berkelanjutan dengan empat tahapan. Empat tahapan tersebut yakni (1) mengubah dirinya, (2) mengubah kelasnya, (3) mengubah aktivitas kelas, dan (4) berdampak untuk sekitar. Setiap tahap akan mendukung guru untuk menjadi sosok yang inspiratif untuk ekosistem pendidikan. Oleh karenanya, pada tahap pertama, salah satu materinya adalah membuat konten yang menginspirasi setelah mendapat materi tentang bangga menjadi guru dan pelatihan guru merdeka belajar. “Ketika teman-teman sudah bangga menjadi guru, sering refleksi, yang kami percaya kalau disebarkan ke teman-teman lainnya, akan bisa menginspirasi, jadi nggak cuma untuk dirinya sendiri,” jelas Rizqy. Baca juga: Masuk Semester Genap Lebih Siap, Gunakan Backwar Design “Sebelum berdampak ke ekosistem, harus bisa mengubah dirinya sendiri, bangga terhadap profesinya, menjadi berdaya, lalu mulai memberdayakan kelasnya, baru ke ekosistem luas,” tutup Rizqy kembali menegaskan mengenai guru yang menginspirasi. Sebagai informasi, setiap akhir tahapan WIT 2024 akan ada asesmen yang menjadi penentuan apakah peserta lolos ke tahap berikutnya. Dari 6000 guru yang mengikuti onboarding akan disaring 3000 guru menjadi peserta resmi WIT 2024 dan berhak mengikuti tahap pertama. Selanjutnya, pada tahap kedua 2500 peserta, tahap ketiga 2000 peserta, dan tahap terakhir 1500 peserta. (YMH)

6000 Guru Ikut Onboarding WIT: Guru Tidak Bisa Berhenti Belajar Read More »

Mengatur keuangan untuk guru

Ahli Keuangan: Hanya 10% Guru Merasa Cukup dengan Gajinya

Guru Belajar Foundation berkolaborasi dengan SMBC Indonesia menggelar webinar pelatihan literasi keuangan bertajuk “Menjadi Guru Sejahtera Kini dan Nanti” yang digelar secara daring pada Senin (23/09). Kegiatan ini digelar merespon tingginya jumlah pendidik yang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal. Menurut survey dari IDEAS pada bulan Mei 2024 yang dipaparkan oleh Dian Savitri, perencana keuangan dan expert daya.id SMBC Indonesia, narasumber webinar, menyebutkan, hanya sekitar 10% guru merasa pendapatannya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Ditambah posisi menjadi sandwich generation, dimana harus membiayai orangtua dan anak, menambah beban berat finansial guru yang saat ini mayoritas berasal dari generasi milenial. “Oleh karena itu, bapak dan ibu guru pun perlu untuk melek keuangan, paling tidak menguasai dan menjalankan perencanaan keuangan agar tidak terjebak hutang bahkan sampai hutang ke pinjol,” kata Dian. Baca juga: Guru Belajar Foundation Luncurkan Program Cerdas Finansial Dian menyoroti pentingnya guru mengatur cashflow dengan memperhatikan penggunaan pendapatan bulanan, pendapatan per tiga bulanan seperti sertifikasi, dan pendapatan tahunan seperti THR. Pendapatan bulanan bisa digunakan untuk pengeluaran rutin yang sudah dianggarkan, termasuk cicilan bila ada. Lalu untuk pendapatan lainnya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sekunder hingga investasi hari tua. “Cicilan maksimal 30% dari pendapatan agar cashflow aman. Kalau gaji masih UMR, diusahakan sekali ya agar tidak punya cicilan, lebih baik tabung dan kalau sudah terkumpul baru digunakan untuk membeli yang dibutuhkan,” jelas Dian mengingatkan. Hindari Pinjaman Ilegal Cashflow negatif atau lebih tingginya pengeluaran dibanding pendapatan, dapat mendorong guru untuk mencukupinya dengan hutan. Namun, perlu diperhatikan pengelolaannya, salah satunya adalah dengan menghindar dari pinjaman ilegal. “Ciri-cirinya itu pasti tidak terdaftar di OJK, alamat dan nomor pengaduan tidak jelas, bunganya sangat tinggi, penawarannya langsung ke WhatsApp atau SMS pribadi, dan kadang calon korban diminta transfer dulu untuk biaya administrasi. Tolong hati-hati jangan sampai tergiur,” terang Dian. “Kemudian pastikan juga kalau memang ada uang yang untuk membayar, masa gunanya melebihi tenor hutang, tidak berhutang untuk gaya hidup. Pokoknya benar-benar dikontrol. Misal hutang untuk menutupi hutang lain, itu sudah tidak sehat ya,” lanjutnya. Terakhir, Dian juga menyampaikan agar sebaiknya guru juga memiliki dana darurat, yakni dana yang siap digunakan kapan saja saat kondisi darurat dan tidak masuk dalam anggaran rutin. Dana darurat bisa dikumpulkan dengan menyisihkan 10%-20% dari pendapatan bulanan. (YMH)

Ahli Keuangan: Hanya 10% Guru Merasa Cukup dengan Gajinya Read More »

media ajar literasi finansial

Guru Belajar Foundation Luncurkan Program Cerdas Finansial

Guru Belajar Foundation (GBF) berkolaborasi dengan SMBC Indonesia meluncurkan program beasiswa belajar “Guru Kreatif Cerdas Finansial” (GKCF) pada Senin (19/08) secara daring. GKCF bertujuan meningkatkan dua kompetensi guru yakni kompetensi membuat media ajar dan kompetensi literasi finansial. Guru Kreatif Membuat Media Ajar Sekaligus Cerdas Finansial Peningkatan kompetensi ini diharapkan dapat mendukung guru menghadapi tantangan yang sering mereka temui di dalam kelas dan di luar kelas. Di dalam kelas, guru seringkali terjebak membuat media ajar yang terlihat keren tapi ternyata tidak berdampak pada murid. Baca juga: Ahli Keuangan: Hanya 10% Guru Merasa Cukup dengan Gajinya Di luar kelas, banyak guru terjerat pinjaman online (pinjol) karena rendahnya pendapatan, manajemen keuangan yang kurang efisien, serta pengetahuan yang minim tentang jasa keuangan yang ilegal.  “Saya pun termasuk guru yang pernah miskonsepsi membuat media ajar. Dulu saya sering membuat media ajar yang keren dan saya pikir inovatif. Nyatanya, saya membuat media ajar yang tidak dibutuhkan murid, jadi sebenarnya tidak berdampak pada pembelajaran murid,” ungkap Rizqy Rahmat Hani, ketua Kampus Pemimpin Merdeka, unit pelaksana program GKCF. Rizqy menuturkan, peserta program akan belajar selama empat bulan agar dapat merancang media ajar yang bermakna, yakni dengan konsep design thinking. Peserta juga akan didampingi bagaimana memanfaatkan kecerdasan buatan untuk membantu membuat media ajar. “Media ajar ini diharapkan tidak hanya bermanfaat untuk pembelajaran di kelas guru itu sendiri tapi juga guru lain. Bagaimana caranya? Ini yang namanya guru dengan karier protean. Guru bisa membuat media ajar bermakna lalu dijual ke guru lain. Banyak guru dan murid lain terdampak, kesejahteraan finansial guru pembuatnya pun membaik,” kata Rizqy. 9324 Guru Mendaftar dan Akan Diseleksi Sejak dibuka pendaftarannya pada 30 Juli lalu, 9324 guru telah mendaftar program GKCF. Nantinya peserta akan diseleksi komitmennya. Pada tahap satu, 1000 peserta berhak mendapat pelatihan membuat media ajar dan literasi finansial. Lalu 300 guru dipilih untuk lanjut mendapatkan pendampingan merancang prototipe media ajar. Pada akhir program, akan ada perayaan belajar dengan format festival, di mana 175 peserta terpilih akan berbagi praktik baik mengenai media ajar yang berhasil dibuatnya. Melalui sesi ini, diharapkan ilmu membuat media ajar tidak berhenti pada peserta GKCF saja tapi juga guru secara luas. Game-Based Learning Tingkatkan Literasi Keuangan Ala Guru Pekalongan Nunuk Riza Puji, ketua Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN) sekaligus guru penggerak di Kabupaten Pekalongan yang hadir sebagai salah satu narasumber peluncuran GKCF membagikan pengalamannya merancang media ajar seru terkait literasi keuangan. Dia menjelaskan, media ajar tersebut dibuat dengan memahami kultur kehidupan masyarakat Indonesia yang bergotong royong terkait keuangan. Misalnya, sering ada sumbangan untuk kegiatan agama, arisan, tetangga menikah, yang seringkali sulit diukur jumlah pengeluaran perbulannya. “Jadi saya dan teman-teman di komunitas merancang game yang cukup kompleks tapi seru. Ceritanya ada dua keluarga ayam yang punya tujuan finansial, lalu ditantang mengatur pendapatannya agar tujuannya bisa tercapai,” jelas Nunuk. “Di tengah perjalanan menuju goalsnya akan ada tantangan seperti yang kita hadapi sehari-hari, misalnya mobil perlu diservis. Kemudian tantangan atas godaan pengeluaran yang lain yang sifatnya bukan kebutuhan tapi keinginan,” sambungnya. Dari refleksi guru maupun murid yang sudah pernah memainkan game ini, Nunuk percaya bahwa kompetensi literasi finansial bisa dicapai dengan banyak cara, termasuk dengan permainan seperti ini. Dia berharap program GKCF melahirkan banyak guru kreatif dan inovatif dalam membuat media ajar yang juga bisa berdampak untuk para murid dan dirinya sendiri. (YMH)

Guru Belajar Foundation Luncurkan Program Cerdas Finansial Read More »