Sekolah masa kini sering menuntut agar gurunya memiliki kemampuan sebagai guru abad ke-21. Namun, kebanyakan calon guru salah menyangka, mengira kemampuan tersebut maksudnya hanya terkait pada penggunaan teknologi.
Lisna Nurjanah, guru muda yang saat ini mengajar di Sekolah Murid Merdeka, menerangkan, guru abad ke-21 sebenarnya bukan hanya terkait dengan penggunaan teknologi. Namun, bagaimana seorang guru yang tidak hanya mengajar, melainkan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
“Guru itu kan membantu anak belajar. Anak adalah generasi penerus bangsa, nantinya mereka akan jadi orang yang hebat. Kalau aku tidak terus belajar, bagaimana bisa membantu mereka?” kata Lisna.
Pandangan baru tersebut baru dia dapatkan setelah mengikuti program Teacher Talent dari Kampus Guru Cikal akhir tahun lalu. Lisna menambahkan, guru yang menjadi pembelajar sepanjang hayat adalah guru yang merdeka belajar.
“Aku pernah melakukan kesalahan yang membuat murid jadi tidak nyaman belajar di kelas. Hal tersebut tentu mempengaruhi hasil belajarnya. Nah, kalau aku tidak belajar, bagaimana bisa aku tahu kalau hal tersebut salah dan memperbaikinya,” tuturnya.
Prinsip Guru Abad ke-21
Ada tiga prinsip yang dimiliki oleh guru abad ke-21, yakni komitmen pada tujuan, mandiri terhadap cara, dan konsisten melakukan refleksi.
Menurut Lisna, guru acap kali fokus membuat pembelajaran yang menyenangkan dan menggunakan teknologi yang keren hingga lupa pada tujuan pembelajarannya. Guru abad ke-21 seharusnya mampu merancang strategi pembelajaran yang bermakna. Meskipun menyenangkan tapi tidak menggeser tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan di awal.
Selanjutnya, mandiri terhadap cara. Guru bukan profesi yang mudah karena setiap murid memiliki karakter dan minat masing-masing. Untuk menemukan strategi pembelajaran yang tepat tentu akan ada banyak tantangan yang dihadapi. Dalam menghadapi tantangan, guru abad ke-21 mandiri mencari cara alih-alih mengeluh.
Ketiga, konsisten melakukan refleksi. Lisna mengaku, sebelum ikut Teacher Talent Certification, dirinya jarang mengajak murid melakukan refleksi. Tidak hanya itu, pertanyaan yang Lisna ajukan cenderung tidak memantik.
“Dulu saat aku ajak murid melakukan refleksi, aku hanya bertanya, bagaimana perasaan hari ini, apa yang sudah kita pelajari. Itu pun tidak konsisten setiap hari,” ungkapnya.
“Kalau sekarang, saya ajak murid berdiskusi. Apa saja yang sudah baik dari proses belajar kita, apa yang belum dan perlu kita perbaiki. Aku juga akan bertanya, ilmu yang kita pelajari hari ini, bermanfaat buat apa sih buat teman kita, buat lingkungan sekitar kita,” lanjutnya.
Lisna berharap, semakin banyak guru muda yang memiliki bekal kompetensi sebagai guru abad ke-21. Dengan demikian, dia yakin, pendidikan di Indonesia akan semakin baik.