Cerita Guru Belajar

tips mempersiapkan karier murid

Framework untuk Memudahkan Pendidik Mengembangkan Karier Murid

Tak jarang ditemui murid lulus sekolah masih dalam keadaan belum siap untuk terjun aktif ke dalam masyarakat sebagai seorang tenaga kerja.  “Para orang tua juga khawatir anak mereka tidak memiliki bekal cukup untuk berhasil melewati transisi tersebut,” papar Biannon McLoughlin, Director of Community and Internal Communication Teach For Australia dalam kelas internasional Pekan Temu Pendidik Nusantara X beberapa waktu yang lalu. Briannon menyebutkan bahwa ada murid yang harus tumbuh di lingkungan dan kondisi tertentu, misalnya sosial ekonomi yang rendah. Hal demikian menjadikan murid kesulitan memperoleh akses untuk informasi, opportunity, atau pun role-models yang mampu memberikan mereka gambaran bervariasinya karier yang ada. Kurangnya akses tersebut juga berarti aspirasi para murid terlimitasi. “Seperti pepatah, you can only be what you can see. Sehingga di sini dibutuhkan peran pendidik untuk mendukung pengembangan karier murid,” ucap Briannon. Membahasakan Pengembangan Karier dengan Realistik Sebagai langkah awal, perlu memastikan pendidik dan murid memiliki pandangan yang sama dalam mendefinisikan pengembangan karier.  Biasanya murid masih memiliki pemikiran yang sangat sederhana, misalnya ketika mendapatkan pekerjaan pertama, maka secara otomatis mereka mampu terus menapaki puncak karier dengan stabil. “Bisa jadi tidak semua akan berjalan lancar. Ups and downs, left and right. Misal kamu telah mengupayakan yang terbaik, tapi kamu merasa seperti seorang impostor dan insecure, harus berganti pekerjaan. Mungkin juga kamu akan berhasil mendapat promosi jabatan. Pada praktiknya, banyak kemungkinan yang bisa terjadi,” Briannon menjabarkan. Kenyataan tersebut tentunya bisa menjadi sangat intimidatif bagi para murid. “Agar memudahkan pendidik untuk menjelaskannya secara realistik tapi mudah dipahami murid, kami memiliki Four-L,” ucap Briannon Pertama Briannon menjelaskan tentang menapaki ladder, yakni ketika murid memiliki kesempatan untuk move up dalam pekerjaannya, contohnya melalui promosi jabatan. Namun, tidak semua pekerjaan memiliki pengembangan karier secara struktural ke atas terus menerus. Seperti lattice, perjalanan karier dapat melalui criss-cross path, ada kalanya untuk bergerak secara diagonal, misal berganti pekerjaan dan menambah keterampilan. “Ada leadership, tidak segalanya membuahkan hasil dengan naik jabatan secara formal. Dipercaya memimpin suatu projek, menjadi organizer, dan menambah tanggung jawab, juga merupakan suatu pengembangan,” jelas Briannon.  Generasi-generasi sebelumnya cenderung menetap bekerja di tempat yang sama seumur hidup. “Generasi muda saat ini lebih menyukai variasi karier. Launchpad, one job leads to the next job,” ucap Briannon. “Enterprise Skill” Framework Setelah mendefinisikan dan menjelaskannya dengan tepat, pendidik membutuhkan framework di kelas untuk membantu murid menavigasikan karier mereka nantinya. “Dulu di Australia kita mengenal work-experience, kunjungan ke beberapa korporasi atau organisasi untuk murid bisa melihat lingkungan kerja di sana. Lalu ada talent-test, untuk mengetahui kelebihan murid sehingga mengetahui jalur karier mana yang paling cocok untuk mereka,” Briannon bercerita. Namun, hal tersebut kurang efektif karena setelah mempelajarinya sekali, murid akan cenderung melupakannya setelahnya. Oleh karena itu, dibutuhkan framework yang bisa pendidik gunakan secara terus menerus. “Repetition is critical,” Briannon mengingatkan. Briannon menjelaskan apa pun karier yang nantinya dipilih murid, penting untuk mereka memiliki dan menguasai enterprise skill. Yang dimaksudkan seperti self-management, inovasi, global citizenship, komunikasi, emotional judgement, kerjasama tim, critical thinking, digital literacy, problem solving, dan professional  ethics. “Framework yang berisikan keterampilan-keterampilan itu bisa dipasang di kelas dan pendidik bisa terus mengaitkannya di tiap pembelajaran. Sebagai self-reflection, dengan begitu murid mampu memikirkan keterampilan mana yang mereka miliki dan ingin kembangkan,” ucap Briannon. Keterampilan ini nantinya mampu menjadikan murid sebagai valuable employee, meskipun nantinya mereka harus mengalami pergantian pekerjaan. “Career Identities” Framework Selanjutnya Brainnon menjelaskan, ketika di kelas daripada meminta murid memilih satu pekerjaan spesifik, lebih baik memfasilitasi murid agar memiliki gambaran dan pertimbangan yang lebih luas.  “Kami memiliki career identities framework, yang berisikan performer, penggerak, desainer, teknologi, seniman, atlet, informer, koordinator, carer, maker, hill climber,” jelas Briannon. Di era sekarang, perubahan terjadi begitu cepat, termasuk pada bidang-bidang pekerjaan. Dengan pengkategorian melalui career identities framework, murid dapat mengidentifikasi dan mengembangkan keterampilan mereka dengan relevan tanpa ada limitasi waktu. “Ketika pendidik dapat memilih dan menggunakan framework yang tepat untuk murid mereka, hal itu dapat menjadi anugerah dan bekal bagi karier masa depan sang murid,” tutup Briannon. Penulis: Dasa Feby

Framework untuk Memudahkan Pendidik Mengembangkan Karier Murid Read More »

strategi peran pengawas

Lima Strategi Meningkatkan Kualitas Pengawas Sekolah

Cerita Guru Belajar menggelar talkshow “5 Strategi Transformasi Peran Pengawas Sekolah” yang merupakan rangkaian event Pekan Temu Pendidik Nusantara X. Talkshow yang diadakan secara daring ini berlangsung pada Minggu (8/10). Talkshow ini menghadirkan narasumber praktisi pendidikan, Bukik Setiawan, Ketua Yayasan Guru Belajar,  dan dipandu oleh Wahyu Ekawati, pengawas Dinas Kabupaten Jember sekaligus Ketua Pengawas Belajar Nusantara. Baca juga: Iwan Syahril: 3 Hal yang Harus Dimiliki Guru Abad ke-21 Pada kesempatan itu, Bukik mengatakan terdapat 5 strategi prinsip dan 3 cara teknis untuk meningkatkan kualitas pengawas. Regulasi terkait peran pengawas telah diperbarui melalui Perdirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbudristek No. 4381 tahun 2021. Lima Strategi Transformasi Pengawas “Lima strategi prinsipnya yaitu memanusiakan hubungan, memahami konsep, membangun keberlanjutan, memilih tantangan, dan memberdayakan konteks. Karena ini sifatnya prinsip maka perlu dilakukan sepanjang tahun,” kata Bukik. Pertama, memanusiakan hubungan, maksudnya membangun relasi dan percakapan hubungan tidak atas nama jabatan. Pasalnya, percakapan dengan label jabatan akan membuat relasinya sangat terasa formal dan kaku. “Ketika membangun relasi yang memanusiakan hubungan berarti memperhatikan karakteristik orang yang Bapak/Ibu ajak bicara,” terang Bukik. Kedua, memahami konsep esensial dari transformasi pembelajaran bukan hanya aspek kelengkapan administrasi. Ketiga, membangun keberlanjutan dengan mengakui praktik baik yang sudah berhasil dan melakukan perbaikan kedepannya berdasarkan umpan balik dari berbagai pihak. Baca juga: Framework untuk Memudahkan Pendidik Mengembangkan Karier Murid Selanjutnya, memilih tantangan, artinya berani mengarah pada sasaran yang tinggi tapi tetap realistis. Pengawas secara merdeka bisa menentukan targetnya sendiri yang sesuai dengan dirinya.  “Mungkin ada beberapa hal dari transformasi yang dikompromikan terlebih dahulu. Ngga papa. Tapi tentu harus ada hal-hal baru, perubahan yang dilakukan,” Terakhir, memberdayakan konteks, yaitu bagaimana pengawas harus memperlakukan warga sekola sebagai rekan seperjuangan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan yang berpihak pada anak. Tiga Cara Meningkatkan Kualitas Diri Sebagai Pengawas Apabila strategi lebih pada konsep, “cara” merupakan teknisnya. Cara bisa langsung pegawas terapkan. Pertama, mengukur kompetensi diri sendiri. Kedua, mulai mengenalkan dan memperkenalkan diri lebih memanusiakan saat berkunjung ke sekolah binaan. “Saat berkunjung bisa bertanya tempat tinggal, kesukaan, hobi, dan lainnya. Sederhana tapi memanusiakan,” jelas Bukik. Ketiga, melakukan simulasi pendampingan dengan satu hingga dua teman belajar. Bukik menegaskan, simulasi merupakan cara yang powerfull tapi jarang pengawas lakukan.

Lima Strategi Meningkatkan Kualitas Pengawas Sekolah Read More »

tambahan uang untuk guru

Guru, Yuk Mengembangan Karier Protean dengan Menulis

Cerita Guru Belajar (CGB) mendukung guru mengembangkan karier protean. Misalnya menjadi guru pelatih, guru konten kreator, dan guru penulis. Sebagai bentuk dukungan itu, CGB menggelar kelas karier pada rangkaian Pekan Temu Pendidik Nusantara X. Tanggal 10 Oktober lalu, terdapat 6 kelas karier dengan total 27 pembicara. Salah satunya kelas karier untuk menjadi guru penulis dengan lima narasumber nasional sebagai berikut: Jamilah Istiqomah (SDN 2 Tuko Kab. Grobogan) 2.  Muhammad Rukhan Asrori (SMP Islam Terpadu Darul Fikri Kab. Sidoarjo) 3.  Anita Taurisia Putri (BPP KGBN Sulawesi Selatan) 4.  Suhud Rois (SD Peradaban Insan Mulia) 5.  Nurjanah Laila (SDN Kalibata 04 Pagi) Jamilah menjelaskan, menulis merupakan salah satu bentuk amal jariyah. Pasalnya, pahala dari tulisan akan terus mengalir meskipun si penulis telah tiada. “Sebagai seorang guru dan penulis, saya yakin bahwa keduanya memiliki tujuan yang serupa, yaitu menyebarkan ilmu. Apabila ilmu yang disampaikan diterima dengan baik, memberikan manfaat, dan bahkan diaplikasikan oleh orang lain, maka pahala yang akan diperoleh akan semakin bertambah,” kata Jamilah. Di era digital, tulisan dapat tersebar luas ke banyak orang. Hal tersebut yang semakin membuatnya semangat untuk terus meningkatkan kompetensi menulis. Dia berharap, tulisannya bisa memberikan pengaruh positif bagi pembacanya. “Yang membuat saya konsisten adalah, keinginan untuk beramal, berbagi ilmu dan manfaat. Selain itu ada kemudahan berbagi di era digital ini,” ungkap Jamilah. Guru Rukhan: Pengalaman Mengajar di Malaysia Sedangkan Rukhan, mengawali perjalannya sebagai penulis kontributor berita demi muridnya. Tahun 2019 ketika menjadi guru di sekolah swasta di Surabaya, dia menulis berita prestasi murid yang diajarnya. Tulisan tersebut lalu dikirimkan ke klikmu.co dan pwmu.co. “Saya ingin kegiatan sekolah dan prestasi murid saya viral. Agar bisa jadi inspirasi bagi murid atau sekolah lainnya,” jelas guru yang menjuarai lomba menulis cerita praktik baik Guru Binar dan PMM tahun 2023 ini. Sebelumnya, dia pernah menulis buku mengenai perjuangan anak buruh migran Indonesia yang lahir di Malaysia. Buku tersebut dia tulis setelah lima tahun mengabdi di Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) di Sabah, Malaysia. Rukhan mengajak para pendidik untuk juga aktif berbagi melalui tulisan. Dengan demikian, pendidik bisa bermanfaat bagi pendidik lainnya di seluruh Indonesia. “Saya harus banyak bersyukur terkait apa yang diberikan oleh Allah SWT dan ini bisa menjadi hal yang bermanfaat bagi seluruh pendidik di Indonesia,” ungkapnya. “Setelah menulis, sebarkan. Cari jaringan melalui media sosial dan grup WhatsApp agar berita yang kita tulis bisa viral dan populer,” tutup Rukhan. Tertarik mengembangkan karier protean? Simak siaran ulang kelas karier pekan Temu Pendidik Nusantara. 1. Guru Pelatih 2. Guru Penulis 3. Guru Kreator Media Inovatif 4. Guru Konten Kreator 5. Guru Berwirausaha Penulis: Muhammad Rukhan Asrori Editor: Yosinta Maharani Here

Guru, Yuk Mengembangan Karier Protean dengan Menulis Read More »

menumbuhkan jiwa kepemimpinn murid

Empat Strategi Mengembangkan Jiwa Kepemimpinan Murid

Pengembangan jiwa kepemimpinan pada murid masih menghadapi tantangan nyata. Data dari Student Dialogue oleh Teach For Malaysia, tahun 2019, menunjukkan, hanya 39% murid yang merasa dirinya adalah pemimpin. Selain itu, 83% murid masih berpikir bahwa bahwa kepemimpinan hanya berkaitan dengan kedudukan daripada kompetensi. Pandangan seperti ini dapat menghambat individu untuk membawa perubahan. Strategi Mengembangkan Kepemimpinan Murid Revolusi industri 4.0 menuntut individu memiliki jiwa kepemimpinan. Patrick Emifiled,  koordinator Student Project Teach For Malaysia menjelaskan empat strategi mengembangkannya. Pembelajaran Sosial dan Emosional Orang dewasa pun terkadang masih kesulitan dalam menyampaikan emosi. Sama ketika orang bertanya kelebihan kita, kita tidak benar-benar mengetahui untuk menjawabnya secara tepat. “Kita perlu mengajarkan kompetensi untuk lebih mengenal dan memahami diri sendiri dan orang lain pada murid sejak dini. Bagaimana mereka lebih aware akan diri mereka sendiri dan sekelilingnya,” papar Patrick saat menjadi narasumber kelas internasional pekan Temu Pendidik Nusantara X pada Senin (9/10). Strategi sederhana yang dapat dilakukan adalah mengawali hari dengan menanyakan pada murid untuk menjelaskan perasaan mereka pada saat itu menggunakan skala 1-10. Komunikasi “Murid harus mampu berkomunikasi dengan efektif. Strategi yang pendidik dapat lakukan adalah melalui think, pair, and share,” ucap Patrick. Pendidik perlu memberi murid ruang dan waktu untuk berpikir terlebih dahulu sebelum membagikan opini di depan kelas. Untuk meningkatkan rasa percaya diri murid, guru pun dapat meminta murid lain untuk memberikan feedback. “Bisa saling berbagi komentar positif, misal ‘Hey, I like your idea’. Di sinilah pair bekerja. Saat murid merasa percaya diri dan siap, maka pendidik bisa mulai mempersilahkan mereka membagi pikirannya di depan kelas,” jelas Patrick di kelas yang diadakan oleh Cerita Guru Belajar itu. Resilience atau Kekuatan Mental “Bukan hal yang mudah untuk murid bangkit dari keterpurukan saat menghadapi kegagalan. Ada andil mengakarnya budaya orang tua Asia, bagaimana anak diharapkan untuk menjadi yang terbaik dan tidak menunjukkan struggle,” ucap Patrick. Hal ini tidak memberi ruang pada murid untuk berpengalaman menghadapi dan mengolah kegagalan. Guru patut memberi kesempatan murid untuk menjadi vulnerable sambil mengupayakan untuk menghadapi risikonya.  “Strategi yang dapat dilakukan adalah mengajak para murid bermain tongue twister. Menarik melihat satu sama lain kesulitan dan melakukan kesalahan saat mengucapkan kalimat-kalimat lucu yang rumit,” ucap Patrick. Bukan menertawakan kegagalan, tetapi bagaimana murid menerima kenyataan bahwa aman dan boleh untuk mereka melakukan kesalahan. Hal pentingnya adalah mereka terus bergerak menghadapi dan mengatasinya. Entrepreneurship Untuk entrepreneurship, Patrick menjelaskan strategi yang dapat guru lakukan adalah mendampingi murid menentukan personal learning goal mereka. “Setting goals menjadi sangat penting karena dapat membantu untuk on track dalam menentukan fokus dan energi murid. Ketika murid tahu apa tujuannya, mereka menjadi paham bahwa mereka harus benar-benar mewujudkannya.” Di akhir sesi Patrick menekankan bahwa guru harus yang pertama percaya bahwa murid mereka memiliki potensi dan mampu melakukan hal-hal besar. Apa pun kondisi, tantangan, dan kondisi yang mereka hadapi. “Jangan lupa komunikasikan terlebih dahulu pada murid, apa pesan dari setiap permainan dan strategi yang dilakukan. Sehingga mereka paham dan tujuan dari pengembangan kompetensinya dapat tercapai,” tutup Patrick mengingatkan. Penulis: Dasa Feby Editor: Yosinta Maharani Here

Empat Strategi Mengembangkan Jiwa Kepemimpinan Murid Read More »

Ide projek profil di sekolah

Darurat Iklim, Ini 3 Cara Menumbuhkan Green Behaviour di Sekolah

Cerita Guru Belajar berkolaborasi dengan PT Nutrifood Indonesia menggelar webinar “Menumbuhkan Green Behaviour di Sekolah”. Webinar yang digelar pada Senin (9/10) ini masuk dalam rangkaian belajar di Pekan Temu Pendidik Nusantara X. Pada kesempatan ini, Arninta Puspitasari, public relations and sustainability manager Nutrifood menjelaskan mengapa green behaviour perlu ditumbuhkan di sekolah dan hal apa yang bisa diinisiasi oleh guru. Dia mengatakan, green behaviour atau perilaku yang peduli pada lingkungan perlu waktu untuk bisa melekat pada seseorang. Hal itu pun juga terjadi padanya. “Setelah lima tahun setelah saya bergabung di tim sustainability di Nutrifood, ikut dalam tim pengolahan sampahnya, baru saya tergerak untuk ikut menerapkannya di rumah,” ungkap Arninta. Terintegrasi dalam Proses Belajar Guru memiliki peran penting untuk menumbuhkan green behaviour pada murid. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengintegrasikan nilai-nilai peduli lingkungan pada proses belajar. “Cara ini yang paling efektif. Bisa kita mulai dengan aktif berdiskusi, refleksi bersama murid terhadap kasus yang terjadi di sekitar seperti asap, banjir, tanah longsor. Lalu juga bisa diimplementasikan melalui projek profil,” terang Arninta. Untuk diketahui, projek profil merupakan pembelajaran korikuler di Kurikulum Merdeka untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila pada murid. Melalui projek profil, murid diharapkan bisa peka terhadap masalah di sekitarnya dan menjadi bagian dari solusinya. Penerapan projek profil tidak hanya bisa selesai dalam satu atau dua jam pelajaran, melainkan satu tema untuk satu semester. Oleh karena itu, guru dan murid memiliki waktu yang cukup untuk berdiskusi dan refleksi bersama. Mengaktivasi Personil Sekolah Di Nutrifood, ada program green champion, yang mana staf dengan kesadaran lebih terhadap green behaviour dikumpulkan dan diajak menjadi contoh bagi staf lain. Cara ini bisa diimplementasikan juga di sekolah. “Misalnya dibuat jadi green committee, isinya bisa guru, staf sekolah, dan murid yang memiliki inisiasi terhadap hidup yang menjaga dan peduli lingkungan. Atau ada orangtua murid yang tergabung dalam komunitas waste management misalnya, bisa diajak untuk mengisi sesi di sekolah,” kata Arninta. Kolaborasi dengan Pemangku Kepentingan Komitmen top management sekolah juga menjadi hal penting untuk meningkatkan green behaviour di sekolah. Sekolah bisa berkolaborasi dengan komunitas sekitar yang memiliki perhatian pada lingkungan. “Sekarang sudah banyak banget komunitas hijau. Siapa tahu ada yang di dekat sekolah Bapak/Ibu. Misalnya bank sampah, siapa tahu bisa bantu untuk menampung sampah di sekolah yang sudah kita pilah,” jelas Arninta. Saat ini pun Nutrifood memiliki program Nutrihub yang terdiri dari berbagai komunitas peduli lingkungan di berbagai kota. Apabila sekolah ingin berkolaborasi atau mencari komunitas hijau terdekat dapat menghubungi Nutrihub di kotanya. Penulis: Yosinta Maharani Here

Darurat Iklim, Ini 3 Cara Menumbuhkan Green Behaviour di Sekolah Read More »