Kampus Pemimpin Merdeka

media ajar literasi finansial

Guru Belajar Foundation Luncurkan Program Cerdas Finansial

Guru Belajar Foundation (GBF) berkolaborasi dengan SMBC Indonesia meluncurkan program beasiswa belajar “Guru Kreatif Cerdas Finansial” (GKCF) pada Senin (19/08) secara daring. GKCF bertujuan meningkatkan dua kompetensi guru yakni kompetensi membuat media ajar dan kompetensi literasi finansial. Guru Kreatif Membuat Media Ajar Sekaligus Cerdas Finansial Peningkatan kompetensi ini diharapkan dapat mendukung guru menghadapi tantangan yang sering mereka temui di dalam kelas dan di luar kelas. Di dalam kelas, guru seringkali terjebak membuat media ajar yang terlihat keren tapi ternyata tidak berdampak pada murid. Baca juga: Ahli Keuangan: Hanya 10% Guru Merasa Cukup dengan Gajinya Di luar kelas, banyak guru terjerat pinjaman online (pinjol) karena rendahnya pendapatan, manajemen keuangan yang kurang efisien, serta pengetahuan yang minim tentang jasa keuangan yang ilegal.  “Saya pun termasuk guru yang pernah miskonsepsi membuat media ajar. Dulu saya sering membuat media ajar yang keren dan saya pikir inovatif. Nyatanya, saya membuat media ajar yang tidak dibutuhkan murid, jadi sebenarnya tidak berdampak pada pembelajaran murid,” ungkap Rizqy Rahmat Hani, ketua Kampus Pemimpin Merdeka, unit pelaksana program GKCF. Rizqy menuturkan, peserta program akan belajar selama empat bulan agar dapat merancang media ajar yang bermakna, yakni dengan konsep design thinking. Peserta juga akan didampingi bagaimana memanfaatkan kecerdasan buatan untuk membantu membuat media ajar. “Media ajar ini diharapkan tidak hanya bermanfaat untuk pembelajaran di kelas guru itu sendiri tapi juga guru lain. Bagaimana caranya? Ini yang namanya guru dengan karier protean. Guru bisa membuat media ajar bermakna lalu dijual ke guru lain. Banyak guru dan murid lain terdampak, kesejahteraan finansial guru pembuatnya pun membaik,” kata Rizqy. 9324 Guru Mendaftar dan Akan Diseleksi Sejak dibuka pendaftarannya pada 30 Juli lalu, 9324 guru telah mendaftar program GKCF. Nantinya peserta akan diseleksi komitmennya. Pada tahap satu, 1000 peserta berhak mendapat pelatihan membuat media ajar dan literasi finansial. Lalu 300 guru dipilih untuk lanjut mendapatkan pendampingan merancang prototipe media ajar. Pada akhir program, akan ada perayaan belajar dengan format festival, di mana 175 peserta terpilih akan berbagi praktik baik mengenai media ajar yang berhasil dibuatnya. Melalui sesi ini, diharapkan ilmu membuat media ajar tidak berhenti pada peserta GKCF saja tapi juga guru secara luas. Game-Based Learning Tingkatkan Literasi Keuangan Ala Guru Pekalongan Nunuk Riza Puji, ketua Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN) sekaligus guru penggerak di Kabupaten Pekalongan yang hadir sebagai salah satu narasumber peluncuran GKCF membagikan pengalamannya merancang media ajar seru terkait literasi keuangan. Dia menjelaskan, media ajar tersebut dibuat dengan memahami kultur kehidupan masyarakat Indonesia yang bergotong royong terkait keuangan. Misalnya, sering ada sumbangan untuk kegiatan agama, arisan, tetangga menikah, yang seringkali sulit diukur jumlah pengeluaran perbulannya. “Jadi saya dan teman-teman di komunitas merancang game yang cukup kompleks tapi seru. Ceritanya ada dua keluarga ayam yang punya tujuan finansial, lalu ditantang mengatur pendapatannya agar tujuannya bisa tercapai,” jelas Nunuk. “Di tengah perjalanan menuju goalsnya akan ada tantangan seperti yang kita hadapi sehari-hari, misalnya mobil perlu diservis. Kemudian tantangan atas godaan pengeluaran yang lain yang sifatnya bukan kebutuhan tapi keinginan,” sambungnya. Dari refleksi guru maupun murid yang sudah pernah memainkan game ini, Nunuk percaya bahwa kompetensi literasi finansial bisa dicapai dengan banyak cara, termasuk dengan permainan seperti ini. Dia berharap program GKCF melahirkan banyak guru kreatif dan inovatif dalam membuat media ajar yang juga bisa berdampak untuk para murid dan dirinya sendiri. (YMH)

Guru Belajar Foundation Luncurkan Program Cerdas Finansial Read More »

Relawan Peace Corps bersama beberapa peserta festival kurikulum merdeka

22 Guru dan Relawan dari Amerika Serikat Berbagi Praktik Baik

Kampus Pemimpin Merdeka (KPM) berkolaborasi dengan Peace Corps (badan independen pemerintah Amerika Serikat yang mengirimkan relawan untuk bertugas di berbagai negara), menggelar Festival Kurikulum Merdeka (FKM) di Hotel Yello Surabaya pada Senin (26/08). Kegiatan ini merupakan perayaan belajar bagi 22 guru bahasa Inggris dan relawan Peace Corps yang selama dua bulan ini mendapat pendampingan dari KPM. Secara daring, guru asal Jawa Timur, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur itu mendapat pelatihan implementasi Kurikulum Merdeka. “FKM ini bertujuan merayakan proses belajar peserta, merayakannya dengan berbagi praktik baik mengajar mereka. Jadi apa yang mereka pelajari bersama kami dan sudah mereka coba terapkan bisa juga menjadi inspirasi untuk guru-guru lain di luar sana,” terang Rizqy Rahmat Hani, ketua KPM. Meskipun diadakan secara luring di Surabaya, peserta FKM berasal dari berbagai daerah. Pasalnya, KPM dan Peace Corps menyediakan live streaming yang pesertanya stabil di angka 250.  “Terima kasih untuk Peace Corps yang mau terlibat untuk peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Senang sekali mendengar praktik baik dari guru dan relawan pada hari ini. Pembelajaran bahasa Inggris yang tidak hanya menyenangkan tapi juga bermakna,” kata Rizqy Baca juga: Asesmen Kompetensi Guru Belajar: Guru Butuh Pelatihan yang Tepat Ananda Roman, Program Manager Peace Corps Indonesia menjelaskan, projeknya ini ingin mendukung prioritas pendidikan pemerintah Indonesia saat ini. Oleh karenanya, para guru diberi pendampingan untuk menerapkan student center dan P5, yang terdapat pada Kurikulum Merdeka. “Kami berharap program ini dapat berdampak untuk guru dan murid sampai di daerah terpencil,” tuturnya. “Terkadang guru kesulitan menerjemahkan konsep yang ada di Kurikulum Merdeka, praktisnya yang kontekstual seperti apa, yang cocok untuk murid-muridnya, oleh karena itu program ini ada,” lanjutnya. Total terdapat sebelas praktik baik yang dibagikan, ada yang bercerita pengalamannya mengajar dengan permainan, media pembelajaran, hingga bermacam-macam teknologi di internet. Salah satunya praktik baik dari Sefti guru MTs di Kediri bersama relawan Peace Corps bersama Sarah, yang membagikan media pembelajaran kartu bernama The Rising Cards. Baca juga: Festival Siap Kurikulum Merdeka: Projek Profil yang Tepat The Rising Cards merupakan kartu yang dapat membantu murid memeriksa kemajuan belajar dirinya sendiri. Setiap pertemuan, murid mendapat pertanyaan dan yang berhasil menjawab akan mendapat bintang untuk ditempel pada kartunya. Murid yang sudah dapat sepuluh bintang tidak bisa menjawab lagi melainkan memberi pertanyaan ke teman lainnya. Cara ini diharapkan menimbulkan perasaan ingin membantu antar murid. (YMH)

22 Guru dan Relawan dari Amerika Serikat Berbagi Praktik Baik Read More »

asesmen berbasis kinerja

Festival Pesantren Merdeka: Praktik Asesmen Berbasis Kinerja

Kampus Pemimpin Merdeka menggelar Festival Pesantren Merdeka pada Senin (29/01) secara daring.  Tujuh guru Yayasan Pondok Pesantren Nurul Chotib Al Qodiri Jember berbagi praktik baik pada gelaran tersebut. Salah satu diantaranya ada Farij Qusayyi yang bercerita pengalamannya menggunakan asesmen berbasis kinerja saat mengajar matematika. Dia merupakan guru matematika jenjang SMP. Sesuai dengan namanya, asesmen berbasis kinerja memungkinkan murid unjuk kompetensi berdasar kinerja mereka. Dengan demikian, guru akan lebih mudah menilai sejauh mana murid memahami suatu konsep. Farij memutuskan untuk menggunakan asesmen ini agar tidak hanya dapat menilai hasil belajar murid melainkan juga prosesnya. Oleh karenanya, asesmen ini juga menghindari kemungkinan murid mencontek pekerjaan milik temannya. Baca juga: Festival Kurikulum Merdeka: 22 Guru dan Relawan dari AS Berbagi Praktik Baik “Ketika awal saya mendengar tentang asesmen berbasis kinerja, langsung muncul banyak pertanyaan. Kesulitannya adalah masih sedikit contoh konkret penerapan yang ada di internet. Oleh karenanya, saya saat ini berbagi di sini, agar praktik saya bisa jadi salah satu referensi. Bapak/Ibu guru tidak perlu kesulitan seperti saya dulu di awal-awal,” kata Farij. Asesmen Berbasis Kinerja Materi Bilangan Farij pertama kali mencoba asesmen berbasis kinerja untuk kelas 8 pada materi pola bilangan. Dia mengajak murid untuk membuat booklet pola bilangan. Booklet tersebut setidaknya harus terdapat judul, ilustrasi pola bilangan, keterangan angka, dan penjelasan konsep.  “Untuk melakukan visualisasi, murid bebas menggunakan bahan yang ada di sekitarnya. Ada yang  menggunakan kardus bekas, bungkus sabun cair, dedaunan, sapu lidi, sedotan, dan banyak lainnya,” terang Farij. Sebelum murid mulai membuat booklet, Farij menjelaskan kriteria penilaiannya, yakni kreativitas, kualitas ilustrasi, konsep, dan presentasi. Setelah membuat booklet dan melakukan presentasi, murid melakukan refleksi. Baca juga: Festival Kurikulum Merdeka: Praktik Baik Guru TK hingga SMK “Murid bercerita, yang paling menantang adalah presentasinya karena malu. Di sini saya jadi tahu apa yang kurang dari murid dan bagaimana saya membantu kedepannya agar kompetensinya terus naik,” kata Farij. Murid juga mengungkapkan kesenangannya belajar matematika yang tidak monoton. Apabila biasanya mereka hanya mengerjakan soal-soal, dengan asesmen berbasis kinerja mereka menjalani aktivitas lain seperti menggunting dan menempel. “Mereka senang karena ditantang untuk kreatif. Tidak hanya memikirkan angka-angkanya. Matematika jadi tidak menyeramkan untuk murid. Bagi saya, saya jadi tahu sejauh mana mereka paham konsep pola bilangan,” tutup Farij. (YMH)

Festival Pesantren Merdeka: Praktik Asesmen Berbasis Kinerja Read More »

Menerapkan deep learning di sekolah

Festival Kurikulum Merdeka: Praktik Baik Guru TK hingga SMK

Kampus Pemimpin Merdeka (KPM) kembali menggelar Festival Kurikulum Merdeka pada Selasa (23/01) secara daring dan dihadiri 596 peserta. Kegiatan ini diadakan untuk menjawab keresahan banyak guru terkait penerapan Kurikulum Merdeka. Guru sering mengikuti pelatihan tapi hanya mendapat materi teoritis sehingga kesulitan membayangkan implementasinya. Hal tersebut membuat mereka bingung apakah yang mereka lakukan di kelas sudah sesuai dengan esensi Kurikulum Merdeka. Oleh karena itu, dua puluh guru yang merupakan alumni program Siap Kurikulum berbagi praktik baik pembelajaran dan kepemimpinan. Mereka berasal dari jenjang mengajar dan daerah yang berbeda. Dua diantaranya yaitu Murtiningsih, guru TK Al Muslim Waru Sidoarjo, Jawa Timur, dan Hotdiana Nababan, guru SMK Negeri 2 Rantau Utara, Labuhanbatu, Sumatera Utara. Baca juga: Lisna Nurjanah: Guru Abad 21 Tidak Hanya Fasih Teknologi Gali Ide dan Aksi Kritis Murid TK dengan Projek Pemikiran dan tindakan kritis harus dibangun sejak dini. Hal tersebut yang mendorong Murtiningsih selalu mengajak murid-muridnya terlibat dalam pembelajaran secara utuh meskipun masih TK. Salah satu pengalamannya yakni saat menerapkan pembelajaran berbasis projek. Murtiningsih mengawali dengan memberikan beberapa pertanyaan pemantik ke murid. Pertanyaan yang diberikan mengajak murid untuk memperhatikan lingkungan sekolah. Beragam komentar muncul dan kebanyakan menyatakan hal yang sama yaitu mengenai halaman sekolah yang kotor. Saat itu, kondisi halaman TK Al Muslim memang banyak daun kering berserakan. “Saya berikan terus pertanyaan untuk mengajak anak berpikir. Seperti, apa yang bisa kita lakukan ya dengan sampah daun ini? Celotehan anak di luar dugaan saya, sangat bervariasi. Ada yang bilang bisa untuk belajar, dibuat topi, ada bilang orang tuanya pernah bercerita kalau daun bisa untuk pupuk,” cerita Murtiningsih. Kemudian dia mengajak murid menonton video dengan tema bumi dan sampah. Setelahnya memberi tugas agar berdiskusi lebih lanjut dengan orangtua di rumah. Saat kembali berunding di sekolah, murid membuat mind map ide pemanfaatan sampah daun kering. Ada beberapa murid yang belum bisa menulis, maka Murtiningsih akan membantunya. “Aksi anak macam-macam dan semua itu hasil ide mereka sendiri, bukan karena perintah saya atau orangtuanya. Ide dari mereka setelah diskusi bersama. Ada yang melakukan kampanye kebersihan lingkungan, membuat pupuk kompos lalu pupuknya dijual ke guru dan orangtua murid, dan lainnya, macam-macam,” jelasnya. Bangun Karakter Murid dengan Umpan Balik Bermakna Sedangkan Hotdiana, menceritakan pengalamannya memberi umpan balik bermakna yang bisa membangun karakter baik murid. Sebelumnya, dia resah karena murid suka mencontek. Dia mencoba menelusuri kenapa tindakan murid seperti itu terus terjadi, meskipun murid sudah sering ditegur. “Ternyata karena orientasi murid masih pada nilai. Untuk mencapai nilai yang tinggi, murid akan menghalalkan berbagai cara, termasuk menyalin tugas temannya. Ini karena juga budaya asesmen sebelumnya yang memang orientasinya pada nilai,” ungkapnya. Umpan balik yang diberikan berupa apa saja yang sudah baik dari tugas murid dan bagian apa saja yang bisa diperbaiki. Namun, perubahan tentu tidak langsung terjadi. Awalnya, murid masih tidak peduli dan kebanyakan mengabaikan umpan balik yang diberikan. Baca juga: Webinar Kampus Guru Cikal, Panduan Sukses P5 Meskipun demikian, Hotdiana tetap terus melakukannya, tapi dengan strategi tambahan: Saat memberikan umpan balik, murid akan diminta untuk membaca di depannya. Selanjutnya murid diberi pertanyaan, “apakah ada yang belum dipahami dan ingin ditanyakan dari feedback tersebut?” Secara terus menerus menyampaikan ke murid bahwa nilai bukan segalanya, melainkan meningkatkan kompetensi Di akhir semester, murid akan mendapatkan sertifikat. Sertifikat terkait perubahan sikap dan karakter murid selama satu semester bukan prestasi angka akademik. Secara perlahan, ada perubahan dalam diri murid Hotdiana. Murid mulai terbiasa membaca umpan balik dan menanggapinya. Bahkan ada yang menanti umpan balik saat mengumpulkan tugas.  “Secara emosional juga jadi dekat dengan saya. Lalu murid jadi lebih mandiri alias tidak mencontek karena sudah tahu, oh saya kurangnya di sini, jadi apa saja yang perlu dilakukan. Meskipun ya masih ada saja yang mencontek, tapi berkurang. Yang penting saya konsisten karena karakter dan budaya murid butuh waktu untuk berubah,” pungkas Hotdiana.

Festival Kurikulum Merdeka: Praktik Baik Guru TK hingga SMK Read More »

Festival Pameran Karya P5

Festival Pameran Karya P5 di Bogor

  Kampus Pemimpin Merdeka (KPM) bersama PT Paragon Technology and Innovation (ParagonCorp) berkolaborasi dengan Komunitas Guru Belajar Nusantara Bogor menggelar Festival Pameran Karya. Kegiatan berlangsung pada Minggu (3/12) di Aula Dinas Pendidikan Kota Bogor. Acara ini sekaligus merupakan rangkaian belajar bagi 2000 guru peserta Wardah Inspiring Teacher (WIT) 2023. WIT merupakan program apresiasi untuk guru berupa program belajar untuk meningkatkan kompetensi. Pada tahun ini, peserta mendapat pelatihan dan pendampingan untuk menerapkan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) selama tiga bulan. Baca juga: 15 Sekolah di Makassar Tampil di Festival Pameran Karya P5 “Guru peserta WIT tidak hanya belajar, namun juga berbagi mengenai apa yang sudah dipelajari. Ini ruang yang kami fasilitas untuk berbagi. Tentu harapannya, kedepan agar 2000 guru ini terus berbagi praktik baik, di berbagai kesempatan,” terang Rizqy Rahmat Hani, ketua KPM. Sebagai komponen baru, masih banyak guru dan sekolah yang bingung cara menerapkan P5. Tidak sedikit yang mengalami miskonsepsi, sehingga hasil belajar murid tidak maksimal. Melalui pameran karya, guru dapat belajar dari guru lain yang telah menerapkannya terlebih dulu. Karya yang ditampilkan tidak hanya menunjukkan hasil akhir, melainkan juga proses dan tantangannya. “Seringkali saat belajar dengan sistem projek, kita terjebak pada miskonsepsi yang fokus pada produknya. Di pameran ini, kami mau perlihatkan, kalau projek itu tujuannya nggak harus berupa produk. Apalagi P5 tujuannya pembentukan karakter murid. Proses sangat penting dalam membentuk karakter murid,” kata Rizqy. Baca juga: 20 Sekolah di Batu & Malang Tampil di Festival Pameran Karya P5 Selain Bogor, Festival Pameran Karya juga akan digelar di Palembang, Batu, dan Makassar. Di Bogor terdapat 7 sekolah terlibat sebagai pengisi pameran dan 8 guru berbagi praktik baik. P5 Gaya Hidup Berkelanjutan: Proses Meningkatkan Kepedulian Murid Pada Lingkungan Novia Nurrahmah, guru SMA Negeri 2 Cikarang, menjadi salah satu peserta WIT yang terpilih untuk jadi narasumber praktik baik. Dia berbagi pengalamannya menjadi guru fasilitator P5 di sekolahnya dengan tema “Gaya Hidup Berkelanjutan”. “Di sekolah saya kemarin menerapkan alur temukan, bayangkan, dan lakukan, sesuai dengan panduan Buku Kerja Sukses Projek Profil Kampus Guru Cikal. Perubahan pada murid terlihat. Salah satunya lebih berani untuk saling mengingatkan agar membuang sampah pada tempatnya,” kata Novia. Berikut tiga tahapan yang dijelaskan oleh Novia. Pertama, tahap temukan, Novia mengajak murid untuk school tour. Murid mengamat lingkungan sekolah sambil memungut sampah yang mereka temukan. Setelah itu mereka refleksi dengan memberi pendapat mengenai kebersihan lingkungan sekolah.Kegiatan berikutnya, murid menonton film dokumenter tentang sampah untuk menambah informasi tentang jenis-jenis sampah. Baca juga: Pameran Karya WIT di Palembang: 12 Sekolah Unjuk Hasil Belajar P5 Tahap kedua, yakni bayangkan, Novia memberi judul aktivitasnya dengan “Kemana Perginya Sampahku?”. Novia mengajak murid berdiskusi mengenai mengapa ada banyak sampah di ruang kelas. Murid mendapat pertanyaan “apa yang saya rasakan ketika melihat sampah-sampah tersebut?”. “Dari beberapa diskusi yang sudah kami lakukan, murid mulai merasa bahwa banyaknya sampah di ruang kelas itu tanggung jawab bersama. Mereka mulai resah dengan kondisi tersebut,” ungkap Novia. Pada tahap lakukan, murid belajar dampak dan aktivitas penanganan sampah pada konteks global, seperti global warming. Dari situ murid belajar bahwa banyak cara yang bisa mereka lakukan untuk turut mendukung gaya hidup berkelanjutan. Murid kemudian bersepakat ingin membuat kampanye dengan berbagai media. Ada yang membuat poster, infografis, dan beberapa media lainnya. “Perjalanan belajar ini benar-benar menunjukkan perubahan pada murid. Setidaknya mulai sadar, kalau sampah itu buang pada tempatnya tidak mereka biarkan saja di kelas,” tutup Novia. (YMH)

Festival Pameran Karya P5 di Bogor Read More »